Thursday, January 18, 2007

Wajah Buram Transportasi Kita

Tajuk Rencana Suara Merdeka online hari ini tgl. 18 Januari 2007 mengulas tentang manajemen transportasi kita yang boleh dibilang "amburadul". Lha kok tidak? Buktinya kecelakaan di jalur transportasi lengkaplah sudah sejak awal tahun 2007 ini, baik yang terjadi di udara, laut, jalan tol, maupun di rel kereta api.

Seperti dibahas di Tajuk Rencana tsb. bahwa secara umum terdapat 3 (tiga) faktor penyebab suatu kecelakaan transportasi, yaitu: (1) faktor manusia (human error), (2) faktor teknis (technical error), dan (3) pengaruh alam (disaster). Sudah menjadi suatu keharusan bahwa tugas pemerintah adalah menyelidiki setiap kecelakaan yang terjadi secara tuntas berasumsikan faktor2 di atas yang tentunya disertai data2 dan bukti pendukung yang valid.

Tim investigator juga sebaiknya melibatkan minimal seorang geoscientist untuk mengantisipasi kesimpulan penyebab kecelakaan akibat faktor alam. Kemudian apapun hasilnya harus dilaporkan ke masyarakat luas untuk bisa menjadi pelajaran di masa mendatang. Hasil penyelidikan ini tentu saja belum tentu bisa tuntas mengingat berbagai kendala yang ada baik yang bersifat teknis maupun keterbatasan2 non-teknis lain seperti dana misalnya. Sebagai contoh...sampai kapan pencarian badan pesawat Adam Air yang diperkirakan jatuh di sekitar perairan Masalembo akan dilakukan? Juga hal yang sama untuk badan KM. Senopati Nusantara yang diperkirakan tenggelam akibat badai di sekitar perairan Pulau Mandalika. Tentu saja semua usaha itu ada batasnya bukan?

Bagian yang terpenting yang menjadi sorotan tentu saja pihak manajemen yang seringkali mengabaikan keselamatan demi mengejar keuntungan yang besar. Hal ini merupakan ciri2 suatu negara yang sulit untuk maju. Oleh sebab itu kalau mau menjadi negara yang maju, mental2 seperti ini harus dikikis habis mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah. Tugas ini memang tidak mudah dan butuh waktu lama, tapi bisa dimulai dari diri sendiri. Kita juga harus belajar dari negara maju (Jepang, Prancis, Amerika, Australia, Inggris, dll.) mengenai sistem transportasi berikut manajemennya yang baik. Tapi sekali lagi bahwa sebelum memperbaiki sistem yang ada, maka mental manusianya harus diperbaiki dulu!

----------------------------------------------------------
- Sepertinya lengkap sudah kecelakaan itu terjadi baik di laut, udara, dan darat. Dan semua itu beruntun. Sejak KM Senopati Nusantara berpenumpang 628 orang tenggelam di perairan Mandalika Jepara tanggal 30 Desember, kemudian disusul hilangnya pesawat Boeing 747 AdamAir tujuan Jakarta-Surabaya-Manado bersama 96 penumpang tanggal 1 Januari dan terakhir tanggal 16 Januari lalu, KA Bengawan jurusan Solo-Tanah Abang Jakarta anjlok terguling di jembatan Sungai Geger, Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok Banyumas. Ratusan orang tewas dan bahkan belum bisa diketemukan. Kecelakaan AdamAir pun masih misterius hingga sekarang.

- Kita merasa sedih dan prihatin. Betapa muram dan buram wajah transportasi kita. Penjelasan yang diberikan pemerintah selalu tak bisa memuaskan sementara hasil kajian Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga belum bisa tuntas dalam waktu pendek. Jadi untuk sementara kita haruslah menerimanya sebagai musibah biasa. Dan biasanya pula ketika hasil temuan sudah ada tidak diumumkan atau kasusnya bisa jadi sudah dilupakan. Maka pertanyaan kita, benarkah kita telah belajar dari berbagai kecelakaan yang terjadi di tanah air. Di luar yang kita sebut di atas tentu masih banyak lagi dan semua itu akhirnya hanya menjadi semacam catatan.

- Adakah yang salah dalam pengelolaan transportasi baik dari segi kebijakan pemerintah ataukah kelemahan pada implementasi. Kita tak bisa hanya berhenti pada penemuan sebab kecelakaan yang rata-rata berkisar pada masalah human error, technical error, ataupun murni karena situasi alam. Di balik semua itu ada yang patut dipertanyakan, yakni dari segi kebijakan dan pengelolaan di tingkat mikro yakni manajemen di perusahaan transportasi. Kalaupun kebijakan sudah baik, siapa yang bertanggung jawab atas kontrol dan pengawasannya. Benarkah selalu terjadi pelanggaran aturan yang dibiarkan dengan berbagai alasan.

- Ketika musibah AdamAir terjadi, media massa pun melakukan investigasi langsung dan hasilnya cukup mengejutkan sekaligus memprihatinkan. Industri penerbangan nasional saat ini terjebak pada persaingan kurang sehat yakni jor-joran harga murah namun ternyata mengorbankan aspek keselamatan. Artinya efisiensi demi tiket murah sudah keterlaluan karena berisiko tinggi pada keselamatan penerbangan. Perusahaan transportasi tentu tidak mau merugi tetapi apakah pengawasan terhadap berbagai regulasi sudah berjalan efektif dengan sanksi yang tegas. Kita terus terang ragu karena pasar yang sudah demikian bebas berusaha menghalalkan segala cara.

- Ketika ada ketidakberesan dalam manajemen termasuk lemahnya pengawasan dari departemen teknis terkait maka segala implikasi dan dampak negatif bisa terjadi. Misalnya gaji yang rendah untuk para awak yang bertugas di sektor ini pun akan membawa risiko. Kalau benar ada faktor kelebihan beban dan muatan pada kecelakaan KM Senopati Nusantara dan KA Bengawan, maka itu memang human error. Namun di balik itu manajemen lah yang mesti bertanggung jawab. Juga ketika Adam Air hilang dan diperkirakan jatuh ke laut, ada sesuatu yang pasti juga terkait dengan perilaku maupun kebijakan manajemen. Itu berarti lagi-lagi faktor manusia yang menjadi penentu segalanya.

- Maka tak ada kata lain selain perlu dilakukannya pembenahan sektor transportasi baik dari segi perubahan dan penegakan regulasi hingga upaya memperbaiki manajemen. Memang selalu ada faktor nasib di balik musibah atau pun sesuatu yang secara force majeur serta di luar kekuasaan manusia. Namun kita yakin sebagian besar akibat atau sebagai dampak kesalahan manusia. Atas dasar itulah tidak ada alasan untuk tidak melakukan perbaikan ke depan. Wajah transportasi kita harus kembali dibuat cerah serta meyakinkan. Nyawa manusia tak boleh dianggap murah. Masyarakat memang tak punya banyak pilihan namun jangan kemudian selalu menjadi korban.
---------------------------------------------------------

Kumamoto, 18 Januari 2007

Nur H.

Friday, January 12, 2007

Perginya Bapak Mertuaku...

Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun. Setelah dirawat lebih dari sepekan di RS. Jantung Harapan Kita, Jakarta, Bapak Mertuaku yang lahir di Desa Gambiran, Pati, Jateng sekitar 70 tahun silam, akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir pada malam sekitar jam 11.30, tgl. 11 Januari 2007. Jenazah dimakamkan hari ini tgl. 12 Januari 2007 di makam keluarga almarhum di Desa Gambiran, Pati, Jateng sesuai pesan almarhum semasa masih hidup.

Kami sekeluarga sangat merasa kehilangan Bapak yang sangat kami kasihi yang telah berkorban sejak masih muda demi kebahagiaan keluarganya. Semasa mudanya Pak Ahmadi ini dikenal sebagai seorang pedagang yang sering mengembara di seluruh pelosok Indonesia. Bapak rela meninggalkan keluarga selama berbulan2 dalam masa pengembaraannya tsb. Begitu pulang ke rumah, banyak sekali barang dagangan yang dibawa yang sebagian besar berupa cinderamata dari berbagai daerah di Indonesia. Istri saya pernah cerita bahwa pada suatu saat pas pulang dari pengembaraannya tsb. Bapak pernah membawa satu barang (sepatu?) yang cukup bagus, lalu ada seorang teman Beliau yang tertarik dengan sepatu itu tanpa bermaksud membelinya. Dengan serta merta Bapak memberikan salah satu barang dagangan tsb. ke temannya secara cuma2, padahal Beliau telah menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya selama berbulan2 demi mengumpulkan barang2 dagangannya tsb. Itu adalah salah satu contoh betapa mulianya hati Bapak terhadap sesamanya, dimana Bapak terkenal sangat dermawan semasa hidupnya. Sifat Bapak ini umumnya menurun ke anak2 Beliau termasuk istri saya.

Setahu saya juga, Bapak seorang ahli ibadah yang cukup taat dalam menjalankan ibadahnya. Semasa muda beliau memperdalam agama Islam di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Pati dimana akhirnya ketemu jodohnya di daerah ini. Kalau sempat ngobrol2 dengan saya, Beliau selalu bercerita masa2 pengembaraannya dulu. Hal ini otomatis nyambung dengan saya, karena saya pun kebetulan sudah pernah menjelajahi berbagai daerah di Indonesia (terutama luar Jawa) sebagai bagian dari tugas (pekerjaan).

Pada saat dirawat di RS. Harapan Kita, kata istri saya, Beliau sempat menanyakan diri saya sampai dua kali pada hari yang berbeda. Mungkin Beliau ingin semua anak dan menantunya untuk kumpul (buat dipamiti) menjelang akhir hayatnya. Tapi karena berbagai kesibukan tugas belajar di Jepang untuk tahun terakhir ini, saya belum bisa pulang ke Indonesia. Memang saya ada rencana pulang sebentar untuk menengok keluarga sekitar bulan Maret/April ini. Semoga Bapak berkenan memaafkan menantunya yang satu ini, yang tidak sempat menyaksikannya di saat-saat terakhir hayatnya.

Bapak...semoga Allah SWT. menerima semua amal ibadahmu serta mengampuni segala dosa dan khilaf semasa hidupmu. Semoga doa semua anak dan menantumu yang sholeh dan sholekah menjadikan pahala yang tidak pernah terputus untuk bekalmu menghadap Dzat Yang Maha Kuasa. Amiin ya robbal 'alamiin.

Kumamoto, 12 Januari 2007

Nur H.

Wednesday, January 03, 2007

Jamaah Haji Kelaparan, Itu Tragedi Manajemen

Tajuk Rencana dari Suara Merdeka online tgl. 3 Januari 2007 mengulas tentang keterlambatan katering untuk jamaah haji Indonesia yang saat itu sedang melakukan wukuf di Arafah dan melempar jumrah di Mina. Hampir tiap tahun selalu saja terjadi "kecerobohan manajemen" dari pengelola haji Indonesia yang notabene adalah Departemen Agama (Depag) RI. Tragedi di Mina yang memakan korban jiwa hampir selalu terjadi tiap tahun dan dialami oleh jamaah haji Indonesia. Prosesi melempar jumrah di Mina kali ini Alhamdulillah dapat berlangsung lancar dengan dibangunnya jamarat yang baru oleh Pemerintah Arab Saudi (KSA) serta adanya sistem pengawasan dan penjadwalan yang dilakukan oleh panitia.

Namun kali ini Panitia Haji Indonesia tergiur dengan proyek katering yang lebih murah yang ditawarkan oleh perusahaan katering swasta di KSA yang notabene di negeri asalnya pun perusahaan tsb. ternyata masuk dalam daftar "hitam". Selisih harga katering sebesar 50 Real per paket (orang) ternyata membuat "ngiler" mengingat jumlah jamaah haji Indonesia sekitar 200 ribu orang. Ada yang bilang keterlambatan katering tersebut karena adanya sabotase dari pihak tertentu. Apapun alasannya, hal ini sangat memalukan karena menyangkut urusan "perut". Permintaan maaf saja dari Menag RI Maftuh Basyuni rasanya tidak cukup terhadap penderitaan yang telah dialami para jamaah haji Indonesia. Bagaimana mereka bisa berkonsentrasi dalam ibadah jika dalam kondisi menahan lapar seperti itu.

Peristiwa ini merupakan pelajaran yang amat berharga bagi Depag RI yang merupakan penyelenggara utama ibadah haji Indonesia setiap tahun. Dari hal ini kita juga bisa menilai seberapa profesionalkah penyelenggaraan haji yang dikelola oleh Depag tsb. Kalau memang tidak mampu berbuat yang seprofesional mungkin kenapa masih "ngotot" mempertahankan penyelenggaraan haji Indonesia. Apa sudah saatnya tahun depan penyelenggara haji dialihkan ke pihak non pemerintah? Masalah kompetensi mestinya tidak menjadi soal karena di Indonesia banyak sekali penyelenggara haji swasta yang profesional, tinggal diseleksi saja berdasarkan kriteria2 yang ada.

--------------------------------------------------------------------------
- Apa pun dalihnya, jamaah haji mengalami kelaparan dalam ritual wukuf di padang Arafah jelas merupakan sebuah tragedi manajemen. Bahkan kekacauan penyaluran jatah katering itu juga masih terjadi di Mina, saat jamaah melakukan lempar jumrah. Peristiwa itu baru pertama kali terjadi dalam sejarah penyelenggaraan haji Indonesia. Momentumnya membarengi pengalihan pengelolaan katering, dari yang semula ditangani muasasah penanggung jawab maktab-maktab ke perusahaan pemasok katering Anna Services and Catering. Kelalaian, kecerobohan, atau ketidaksiapan bisa disimpulkan dari kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh jamaah kita.

- Ada-ada saja noda manajemen dalam penyelenggaraan haji pada setiap tahun. Yang sering terjadi adalah kekacauan yang menimbulkan korban jiwa dalam ritual lempar jumrah di Mina. Sistem taraddudi dalam manajemen transportasi Arafah - Muzdalifah - Mina juga pernah bermasalah, tiga tahun lalu. Upaya perbaikan layanan dengan pendekatan-pendekatan baru telah dilakukan, tetapi selalu ada saja masalahnya. Tahun ini, kualitas dan jarak pemondokan juga sempat dikeluhkan, seperti yang rata-rata muncul setiap tahun. Masalah tersebut bahkan memincu unjuk rasa jamaah dari embarkasi Solo kepada pejabat Daerah Kerja RI di Aziziyah.

- Tragedi jamaah kelaparan dari segi apapun sangat memalukan dan mencoreng kredibilitas penyelenggara haji Indonesia di panggung internasional. Apalagi tidak sedikit jamaah yang nekat meminta nasi kepada rombongan dari Malaysia dan Thailand yang berada dalam satu "kampung Asia Tenggara". Jalan keluar yang ditempuh jamaah kita adalah memanfaatkan pasokan mi rebus, walaupun jelas tidak menyelesaikan masalah bagi daya tahan fisik. Di tengah keterpaksaan, membeli makanan di sekitar lokasi haji merupakan pilihan lain, tetapi tidak ada jaminan mendapatkan nasi yang standar, kecuali nasi kebuli dan rata-rata hanya memperoleh roti kebab.

- Dengan mengalihkan pasokan makanan dari muasasah ke perusahaan katering, Departemen Agama menjanjikan kembalian sebesar 105 riyal bagi setiap anggota jamaah. Pengalihan manajemen itu untuk efisiensi yang dikembalikan sebagai hak jamaah. Hanya, menangani sekitar 200 ribu orang jelas membutuhkan kesiapan dan simulasi distribusi matang. Ratusan tahun sistem penyediaan makanan oleh muasasah telah menjadi tradisi yang teruji. Indonesia pun selama 24 tahun secara terus menerus tidak pernah mencoba mengalihkan tradisi yang sudah mapan tersebut. Jadi siapa yang harus mempertanggungjawabkan kekacauan itu?

- Tidak ada pihak lain yang harus bertanggung jawab kecuali Depag. Tidak cukup dengan meminta maaf. Akibat-akibatnya sudah dirasakan. Selain kelaparan, banyak jamaah yang jatuh sakit, pingsan, dan harus dirawat di rumah sakit. Sebagai bangsa, di hadapan bangsa-bangsa lain, Indonesia jelas mendapat malu, karena penanganan urusan perut yang selama bertahun-tahun tidak pernah bermasalah tiba-tiba mencuatkan insiden. Kalau kita mengevaluasi dari sisi manajemen, mengapa tidak dilakukan uji coba, simulasi, dan perhitungan yang secermat-cermatnya padahal diketahui tanggung jawab tersebut merupakan hal yang mendasar dan sensitif?

- Dari tahun ke tahun evaluasi atas penyelenggaraan haji mestinya menghasilkan perbaikan yang benar-benar dirasakan. Aspek pelayanan merupakan produk mutlak yang menjadi ukuran kinerja manajemen. Berkali-kali disampaikan wacana tentang kemungkinan pengalihan penyelenggaraan haji dari tangan Depag, tetapi argumentasi mengenai kompetensi masih cukup kuat. Namun sudahkah kompetensi itu diimbangi dengan peningkatan performa manajemen? Apakah selamanya kita akan berkubang pada masalah yang sama: para calon haji dihadapkan pada kondisi layanan yang mau tidak mau harus dijalani karena tidak punya pilihan lain?
--------------------------------------------------------------------------

Kumamoto, 3 Januari 2007

Nur H.