Tuesday, July 10, 2007

Makna dari Ditetapkannya 7 Keajaiban Dunia yang Baru


Sebuah tulisan menarik dari kolom Tajuk Rencana Harian Suara Merdeka edisi 10 Juli 2007 tentang makna penetapan tujuh keajaiban dunia yang baru.
----------------------------------------------------------------
Tujuh keajaiban baru dunia telah diumumkan di Lisabon. Tembok besar China, Petra Yordania, Patung Kristus Sang Penebus di Brasil, Machu Piccu Peru, reruntukan Maya di Chichen Itza Meksiko, Koloseum Roma dan Taj Mahal India. Dilihat dari gambar-gambar yang tampil di berbagai media, tujuh ikon itu memang menarik, dan tentu saja layak untuk masuk keajaiban dunia. Dilihat dari umur, bentuk, dan barangkali sejarahnya semua menarik untuk dijadikan tujuan wisatawan. Sementara boleh saja orang berdebat mengenai metode yang digunakan untuk menetapkan, dan siapa pun juga sah untuk menerima atau tidak menerima hasil pengumuman itu.

Sebagai tujuan wisata ketujuh keajaiban itu sudah populer di dunia. Banyak yang telah menyaksikan dari dekat maupun gambar-gambar di berbagai majalah, koran, internet dan sebagainya. Para pelancong, pemerhati pariwisata, juga para petulangan kelas dunia pasti sudah memiliki referensi mengenai objek-objek tersebut. Jika kemudian mereka memberikan pendapat lewat internet, SMS dan juga telepon menyangkut sesuatu objek wisata tentu saja sah. Kini memang zamannya seperti itu, di mana penetapan seseorang terpilih atau pun objek yang dianggap ajaib cukup wajar dilakukan dengan cara-cara interaktif seperti itu. Maka, jika pun ada yang setuju dan tidak setuju sangat wajar, mungkin lebih terletak pada persoalan metodologinya.

Karena metode penetapan polling atas tujuh keajaiban baru itu dilakukan oleh sekitar 100 juta di seluruh dunia, maka sebenarnya sudah cukup untuk obyektivitasnya. Yang menjadi pertanyaan adalah, siapa saja mereka di antara 100 juta pengisi polling tersebut. Apakah sebagian besar adalah pelancong, pemerhati dunia wisata, petualang, sejarawan atau para ahli lainnya. Melihat jumlah responden yang sedemikian banyak, barangkali cukup obyektiflah penilaian tersebut. Semua objek tampak menarik dari banyak sisi, dan hampir semuanya mempunyai nilai eksotisme dan mempunyai nilai kesejarahan peradaban manusia yang sangat tinggi dari masa lalu.

Kita tidak tahu persis apakah manajemen pengelolaan objek wisata tersebut juga masuk kriteria penilaian. Artinya bukan semata-mata objek memiliki nilai sejarah tinggi dan eksotik, melainkan juga ada aspek lain seperti manajemen, keamanan lingkungan dan sebagainya. Jika itu masuk, barangkali itulah sebabnya kenapa Candi Borobudur tidak bisa masuk di sana. Atau barangkali lebih menyesakkan dada manakala para pengisi polling di internet, SMS atau pun telepon, mereka belum mengerti benar bahwa ada sebuah candi besar, eksotik dan memiliki nilai sejarah tinggi di Magelang tersebut. tetapi, bukan tidak mungkin mereka tidak mengerti tentang candi ini.

Meski pun tidak masuk dalam pengumuman terbaru itu, tetapi Candi Borobudur sebagai objek wisata tetap menarik, dan sangat layak untuk tetap dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. Tetap layak jual, sepanjang objek tersebut dikelola secara profesional. Membiarkan para wisatawan asing ''digempur'' kanan-kiri oleh sejumlah pedagang asongan seperti biasa kita saksikan, adalah cermin betapa buruknya lingkungan objek wisata seperti itu. Jika keadaan seperti itu dibiarkan berlarut, kemudian objek dinilai sebagai tempat yang kurang nyaman dikunjungi bisa merusak segala upaya yang telah ditempuh. Apalagi kita sangat paham, betapa lemahnya pemasaran objek tersebut di tingkat dunia.

Betapa pun polling tersebut terkait erat dengan industri pariwisata dengan segala manuvernya. Yang harus dilakukan Indonesia barangkali memperbaiki seluruh sistem promosi pariwisata dan melakukannya lagi secara besar-besaran seperti yang pernah dilakukan dulu. Di tengah gencarnya upaya penangkapan teroris, meredanya jumlah bom yang meledak, membaiknya iklim investasi, sudah seharusnya dijadikan bahan promosi yang efektif agar dunia pariwisata kembali berkembang. Sebuah negeri yang sering disebut sebagai ''pecahan surga'' dengan segala eksotimenya sangatlah menarik untuk dipasarkan dengan intensif dan baik. Strategi promosi yang tepatlah yang akhirnya menjadi pendorong tumbuhnya industri pariwisata.
----------------------------------------------------------------

Kumamoto, 10 Juli 2007

Nur H.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home