Thursday, April 19, 2007

Harus Muncul Sosok Inu-Inu yang Lain di Negeri ini

Nama sosok dosen di IPDN, Inu Kencana, begitu terkenal saat ini setelah dia dengan berani dan lantang membongkar tindak kekerasan yang selama ini terjadi di dalam kampus IPDN, dengan segala resiko yang akan dihadapinya. Orang awam pasti tidak menyangka kalau di dalam kampus yang begitu megah dan asri, di dalamnya sering terjadi teror dan kekerasan senior kepada junior yang membawa korban meninggal beberapa orang, yang mana korban meninggal terakhir adalah praja Cliff Muntu asal Manado.

Kekerasan yang telah terjadi di kampus IPDN dan mungkin di kampus2 lain, termasuk di akademi militer harus dibongkar secara tuntas. Seorang seperti Inu layak mendapat perlindungan dan didampingi penasehat hukum, karena bisa jadi banyak pihak (tersangka) yang bermaksud mencelakakannya bahkan untuk membalikkan fakta yang ada. Di Indonesia ini sepertinya tidak ada hal yang mustahil...yang salah bisa jadi benar...sebaliknya yang benar bisa jadi pesakitan...memang sebuah negeri yang aneh.

Saat ini bangsa Indonesia sangat membutuhkan sosok Inu-Inu yang lain, yang berani menyuarakan kebenaran dan membongkar segala kebejatan. Banyak sekali kasus-kasus di negeri ini yang masih tertutup rapat, bahkan aparat hukum pun mungkin sulit untuk mendekati dan menyelesaikannya. Harus muncul sosok Inu untuk membongkar kasus kematian aktivis HAM Munir, sosok Inu lagi untuk membongkar kasus Mei 1998, kasus Tanjung Priok, dan kasus2 lain yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Negeri ini harus bersih dari 'tikus-tikus' yang bisa merongrong nilai kebenaran kapan saja dia mau.

Kumamoto, 19 April 2007

Nur H.


Saturday, April 07, 2007

Kesederhanaan dari Banda Aceh yang Patut Ditiru...


Sebuah tulisan ringan dari Eramuslim edisi 4 April 2007 tentang sikap dan gaya hidup sederhana dari para dekan di IAIN Ar-Raniry yang menolak pemberian mobil dinas baru. Suatu sikap yang patut diacungi dua jempol. Bukankah Rasulullah SAW. sendiri dalam kesehariannya selalu mencontohkan hidup sederhana, kenapa kita yang tingkatan amalan dan ibadahnya masih jauh di bawah Rasul justru suka hidup dalam gelimang kemewahan duniawi? Apalagi kondisi masyarakat di sekitar kita masih banyak yang membutuhkan uluran tangan. Mari kita mulai introspeksi dan bertaubat...

------------------------------------------------

Sikap para dekan di IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh yang menolak pengadaan mobil dinas baru agaknya patut diteladani para pejabat pusat di Jakarta. Para dekan ini mengatakan bahwa pengadaan mobil baru dinilai belum diperlukan mengingat fasilitas belajar untuk para mahasiswanya masih sangat minim.

Kepada sejumlah wartawan di kampus IAIN Darussalam, para dekan tersebut (4/4) menyatakan, pengadaan mobil dinas baru belum begitu mendesak, selain mobil yang lama masih layak pakai, biaya operasionalnya juga terlalu tinggi.

"Biaya operasionalnya juga terlalu tinggi, sehingga membebani anggaran IAIN yang seharusnya diutamakan untuk mutu pendidikan, " kata Dekan Fakultas Syariah, Drs. Hamid Sarong, SH, M. H, seraya mengatakan bahwa mobil dinas yang selama ini dipakainya, yakni Toyota Kijang tahun 1996 masih bagus dan layak dipakai.

Hamid Sarong menambahkan, untuk sekarang ini belum layak memakai mobil yang mewah, mengingat kondisi sarana pendidikan di IAIN masih sangat minim dan berkekurangan. “Selaku dosen yang dekat dengan mahasiswa, saya rasanya malu memakai mobil baru tersebut. Justru saya lebih percaya diri memakai mobil dinas yang lama, " ujarnya.

Mobil yang sudah didatangkan sejak bulan Febuari yang lalu tergolong cukup mewah, yaitu lima unit mobil Toyota Kijang Innova seri E, dua unit Toyota Avanza seri G dan dua unit Toyota Kijang Innova seri G. Akibat penolakan dari para dekan, sekitar lima mobil Kijang Innova itu masih terparkir rapi di halaman Biro Rektorat.

Sikap sederhana dari para dekan di Aceh ini bertolak-belakang dengan sikap bermewah-mewahan para pejabat negara di tingkat pusat dan juga di banyak daerah. Kita semua bisa melihat betapa arena parkir di Gedung DPR-RI di Senayan, Jakarta, misalnya, sudah seperti showroom mobil mewah di mana mobil mewah sekelas Jaguar dan sebagainya bukan merupakan barang aneh lagi.

Kasus pengadaan laptop di DPR-RI (walau sudah dibatalkan karena menuai protes yang amat kuat dari rakyat) juga mencerminkan betapa tidak tahu malunya para anggota DPR-RI terhadap rakyat. Di saat banyak rakyat Indonesia yang kelaparan, putus sekolah, bahkan banyak yang gantung diri karena tidak kuat menahan kemiskinan, para ‘wakil-rakyat’ nya malah beramai-ramai menghabiskan uang rakyat untuk kesejahteraannya sendiri.
Seharusnya para pejabat pusat, dari tingkat camat hingga presiden memperlihatkan teladan hidup sederhana. Karena toh mereka digaji dari uang rakyat. Rakyatnya sendiri untuk bisa makan hari ini saja banyak yang sulit.

Kita tentu masih ingat, betapa para menteri di Belanda—sebuah negara kaya di Eropa—tidak diberi fasilitas kendaraan dinas. Mereka dari rumah ke gedung parlemen ada yang naik sepeda, bahkan ada yang menumpang kendaraan umum. Padahal, ini ironisnya, Belanda merupakan salah satu negara pemberi utang kepada Indonesia sampai saat ini.

Sikap yang ditunjukkan para dekan di IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh sungguh-sungguh merupakan oase di tengah kebejatan moral para pejabat tingkat pusat yang sama sekali tidak perduli pada penderitaan rakyat. (Rizki)

Tukulisme: Paradigma Baru dalam Berkomunikasi

Sebuah wacana yang menarik dari Suara Merdeka edisi 7 April 2007 tentang paradigma baru dalam berkomunikasi dengan msyarakat Indonesia bernama Tukulisme...kembali ke laptop!

--------------------------------------
HANYA orang yang dewasa yang mampu menertawakan diri sendiri. Sayangnya, tidak banyak orang yang mampu menertawakan diri sendiri di zaman global-kapitalisme ini, yang makin mendorong orang untuk jaim (jaga image), high profile, dan perlente. Menertawakan, bahkan memperolok diri sendiri, adalah tindakan yang bertentangan dari nilai-nilai global-kapitalisme, yang merupakan bentuk nyata penetrasi Dunia Barat terhadap negara berkembang.

Nilai-nilai Barat yang high profile itu telah meruntuhkan nilai-nilai lokal yang low profile. Dan menertawakan diri sendiri adalah salah satu wujud low profile. Nilai-nilai Barat itu high profile high profit, sedangkan nilai-nilai lokal itu low profile low profit. Dari sudut pandang yang lain, perbenturan itu adalah perbenturan antara kultur industri dengan kultur agraris. Kultur industri itu global, kultur agraris itu lokal. Kultur industri itu high profile, kultur agraris itu low profile.

Tidak percaya? Lihat saja para petani di pedesaan, bukankah mereka sangat merendah? Sebaliknya para pengusaha, bukankah mereka high profile?
Tukul, dengan program Empat Matanya, adalah fenonema yang berbeda. Dia berada di antara dua nilai itu. Bukan high profile high profit, bukan pula low profile low profit, melainkan low profile high profit. Ia menertawakan, bahkan mengolok-olok dirinya sendiri, dan dengan cara itu ia mendapat keuntungan materi. Dengan "merendahkan diri" dia berkomunikasi dengan para selebriti yang kebanyakan berpenampilan "wah." Maka, jadilah program itu tontonan yang menarik, dengan rating yang tinggi.

* * *

Dari kacamata marketing, Tukul adalah potret diferensiasi. Ia berbeda dari yang lain. Dan justru karena berbeda itulah, maka ia menjadi sangat menonjol. Ia membalikkan logika global-kapitalisme yang selalu jaim dan tinggi hati. Mohammad Yunus dari Bangladesh pun membalikkan logika itu, dengan memberikan pinjaman tanpa jaminan, sehingga memperoleh Hadiah Nobel.

Tukul merepresentasikan kehebatan kultur agraris di hadapan kultur industri. Dengan kecerdasannya, ia menjual "kebodohannya" kepada publik. Dari kacamata psikologi, ia berhasil memanfaatkan "kelemahannya" menjadi kehebatannya. Dari kacamata developmentalist, Tukul adalah kecerdasan lokal (local genius) dan kearifan lokal (local wisdom).

Itulah beberapa gambaran, mengapa Empat Mata menjadi program favorit. Diferensiasinya sangat kuat! Ketika program-program yang lain menyuguhkan tontonan kemewahan, yang sangat fisik-materialistik, Tukul justru menawarkan alternatif lain, yang berbeda sama sekali. Ketika program talkshow yang lain dikemas dengan serius, atau kalaupun tidak serius toh tetap bernuansa high profile, Tukul justru mengeksploitasi "kebodohannya" dengan mengolok-olok dirinya sendiri.

Tukul adalah fenomena yang berbeda. Tapi justru karena itulah, sebenarnya dia telah berhasil mengeksplorasi sisi-sisi kemanusiaan yang sedang bergejolak di sebagian besar masyarakat Indonesia. Sisi kemanusiaan itu bernama: kerendahan hati. Tukul seperti oasis di tengah padang pasir yang tandus. Ia memberi kesegaran di tengah-tengah masyarakat yang sebenarnya sedang "kekeringan." Orang menemukan kerendahan hati, kepolosan, kesederhanaan, bahkan kejujuran, dalam diri orang Semarang yang dulu pernah menjadi kernet angkot ini.

* * *

Jadi, tidak berlebihan kalau pakar marketing, Rhenald Kasali pun mengatakan, bahwa orang paling pintar di Indonesia ini ya Tukul Arwana.
Republik Mimpi yang dikelola pakar komunikasi, Efendi Gazali, juga tidak sungkan mengangkat tema "Tukulisme" dalam salah satu episodenya.

"Sekarang ini sudah banyak 'Tukulis-Tukulis' di luar negeri," kata Tukul Arwana ketika mengomentari surat seorang fansnya dari Nederland. Tukul memang sedang menjadi orang hebat. Ia berhasil mengomunikasikan dengan sangat baik gagasan-gagasannya, cara berpikirnya (the way of thinking) kepada publik. Pekerjaan yang tidak mudah, bahkan bagi seorang profesor atau politisi sekalipun. Ia telah berhasil menerapkan paradigma baru dalam komunikasi: paradigma komunikasi transaksional, bukan paradigma lama yang masih transmisional.

Saya sih berharap, "Tukulisme" makin menyebar dan memasyarakat, agar lebih banyak lagi orang yang rendah hati, jujur, sederhana, pluralis, dan humanis. Lebih banyak lagi orang yang dewasa, yang bisa menertawakan diri sendiri. Nilai-nilai itulah yang saat ini dibutuhkan bangsa kita, bukan nilai-nilai global-kapitalisme yang fisik-materialistik.

--- Adi Ekopriyono, wartawan Suara Merdeka

Wednesday, April 04, 2007

Kenapa Orang Jepang Suka Mengkonsumsi `Negi`...

Catatan pendek ini barangkali berkaitan dengan topik rahasia panjang umur orang Jepang yang pernah dibahas di milis PPI Jepang beberapa bulan lalu. Menurut pengamatan saya selama tinggal di Jepang, orang Jepang sering sekali menggunakan potongan daun bawang atau dalam bahasa Jepang disebut negi sebagai taburan hampir setiap masakan yang berkuah, misalnya soba, udon, miso siru, ramen, dll. Kalau di Indonesia mungkin peran negi ini hampir sama dengan bawang goreng yang selalu ditaburkan pada soto, gule, sop, dll. Terus terang saja, bawang goreng kurang dikenal di Jepang.

Penasaran juga kira2 apa manfaat daun bawang tsb. untuk kesehatan. Saya sempat googling tapi tidak mendapatkan informasi yang berarti. Apakah benar bisa menurunkan kolesterol? Kalau bawang merahnya sendiri saya pernah baca bisa mencegah penyakit jantung. Kalau di Indonesia biasanya potongan daun bawang ini digunakan untuk taburan mie ayam atau soto biar aromanya lebih sedap. Kalau di Jawa Tengah bagian utara, potongan daun bawang ini dinamakan "onclang", di Jawa Timur namanya bawang prei, dll.

Mestinya ada rahasia di balik semua kebiasaan makan orang Jepang, termasuk pemakaian negi potong sebagai campuran masakan berkuah. Kalau memang negi bisa bermanfaat untuk menurunkan kolesterol memang pantas menjadi alasan yang tepat bagi orang Jepang untuk mengkonsumsinya, mengingat sebagian besar dari mereka anti dengan makanan yang berkolesterol, kebalikan dengan orang Indonesia, apalagi orang Padang. Kebetulan saya termasuk penggemar potongan daun bawang ini, sekaligus juga penggemar bawang goreng. Mudah-mudahan memang benar ada manfaatnya untuk kesehatan.

Kumamoto, 4 April 2007
Nur H.