Thursday, March 08, 2007

Ketika Pesawat Garuda pun Ikut-ikutan Terbakar

Tahun 2007 ini tampaknya akan menjadi tahun kelabu bagi dunia transportasi Indonesia. Maskapai penerbangan yang dianggap paling aman di Indonesia pun tak luput dari musibah yang merenggut korban jiwa hingga 22 orang. Semua pejabat dan pihak2 yang berwenang harus mawas diri dan melakukan koreksi atas semua kejadian ini untuk menghindari jumlah korban yang selalu berjatuhan setiap saat. Apa yang sebaiknya dilakukan oleh regulator dan operator dalam hal ini? Simaklah sebuah Tajuk Rencana dari Harian Suara Merdeka tgl. 8 Maret 2007 berikut ini.

----------------------------------------------------------------------

Musibah kecelakaan transportasi seperti tiada habisnya. Datang secara beruntun baik di darat, laut maupun udara. Sekarang giliran pesawat Boeing 737-400 milik Garuda yang kemarin pagi terbakar di Bandara Adi Sucipto Yogya. Pesawat dengan nomor penerbangan GA 200 terbang dari Jakarta itu terbakar setelah mendarat sehingga menewaskan puluhan orang. Diperkirakan pesawat mengalami overshoot ketika mendarat namun beberapa saksi mata menyebutkan percikan api dan asap sudah nampak sebelumnya. Penumpang yang selamat pun mengaku sejak terbang dari Jakarta terjadi beberapa kali guncangan.

Selama ini dengan banyaknya kecelakaan pesawat terbang yang dialami Adam Air, Mandala dan Lion Air orang berpikir naik Garudalah yang paling aman. Kenyataannya pesawat itu pun mengalami musibah yang mengenaskan. Kalau dilihat kondisi pesawat ketika terbakar masih sangat beruntung 112 orang berhasil diselamatkan. Kecelakaan pesawat dan sarana transportasi lain seperti kapal laut terjadi juga di negara lain tetapi hanya Indonesia rasanya yang mengalaminya secara beruntun dan dalam jarak waktu yang sangat pendek. Seakan-akan kita ini tidak mampu mengatasi masalah dan masih terus main-main dengan keselamatan.

Biasanya semua bermuara pada tuntutan mundur menteri perhubungan. Bisa saja itu dilakukan sebagai bagian dari upaya menuntut tanggung jawab pemerintah. Di negara seperti Jepang, menteri mundur tidak harus diminta melainkan kesadarannya sendiri. Tetapi harus diakui persoalannya bukan ada di sana dalam arti bisa diselesaikan dengan mundur atau tidaknya seorang menteri. Juga bukan hanya dengan mengganti pejabat-pejabat eselon I di Departemen Perhubungan meskipun hal itu juga tidak salah bila dilakukan. Keselamatan transportasi sebenarnya menyangkut tiga pilar yakni regulator, operator, dan masyarakat luas.

Banyak kecelakaan terjadi, termasuk terbakarnya pesawat Garuda, lebih karena faktor kesalahan manusia atau mismanagement. Apa yang terjadi kemarin itu pun bukan karena faktor buruknya cuaca. Lalu apa? Tentu itu yang harus diselidiki dan kita menunggu keterangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Semua perlu dikaji secara lebih cermat untuk menemukan akar persoalan dan di mana titik lemahnya. Apakah pada fungsi regulator, operator ataukah juga masyarakat sendiri yang tidak berdisiplin. Dari segi peraturan tampaknya sudah cukup banyak dan detil. Sayang biasanya kurang ada pengawasan di lapangan.
Tanggung jawab operator dalam bisnis penerbangan tampaknya lebih merupakan faktor kuat dalam hal ini. Bagaimana perusahaan penerbangan melakukan penataan manajemen termasuk melakukan pengawasan internal dalam segala aspek yang menyangkut keselamatan di tengah era kompetisi yang menuntut efisiensi tinggi? Maka betapa pun jelas aturannya, apa artinya kalau kemudian dilanggar karena longgarnya pengawasan. Baik karena disengaja atau karena faktor kelalaian. Disengaja dengan motif keuntungan dan bukan semata-mata efisensi atau petugas yang lalai, Itu pun tanggung jawab manajemen dalam mengelola.

Ketika akhirnya pesawat Garuda pun terbakar rasanya semakin tipis harapan kita terhadap bisnis penerbangan di negeri ini. Bayangkan kalau Garuda saja mengalami nasib seperti itu bagaimana dengan yang lain. Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah penting terutama menemukan masalah sekaligus solusinya agar kepercayaan masyarakat bisa dikembalikan. Juga citra kita di mata internasional. Mengurus transportasi saja tidak becus apalagi mengurus yang lain. Benar-benar menyedihkan dan memrihatinkan. Yang penting segera dilakukan mencegah terjadinya lagi kecelakaan walau faktor nasib selalu ada.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home