Tuesday, December 05, 2006

Tektonik Lempeng: antara Sumber Bencana dan Kekayaan Alam


1. Apakah Tektonik Lempeng itu?

Tektonik lempeng atau plate tectonics merupakan teori yang relatif baru yang terkembang sekitar tahun 1960 dan 1970 dan telah merevolusi cara berfikir para ahli geologi tentang bumi. Menurut teori ini, permukaan bumi terbagi-bagi menjadi beberapa lempeng besar. Ukuran dan posisi lempeng-lempeng tersebut selalu berubah setiap waktu. Batas-batas dari lempeng tersebut, dimana lempeng saling bergerak satu dengan yang lain, merupakan tempat-tempat yang berpotensi terhadap aktivitas geologi, seperti gempa bumi, gunung berapi, dan pembentukan jalur pegunungan. Sebenarnya tektonik lempeng merupakan gabungan dari dua teori awal, yaitu teori pergerakan benua (continental drift) berkembang pada sekitar paruh pertama abad ke-20 dan konsep pemekaran lantai samudera (sea-floor spreading) berkembang sekitar tahun 1960-an. Teori pergerakan benua menyatakan bahwa permukaan bumi terletak di atas kerak bumi yang tipis, dan kerak bumi ini senantiasa bergerak disebabkan pergerakan magma di bawah kerak bumi. Sedangkan pemekaran lantai samudera merupakan pembentukan kerak samudera yang baru pada punggungan tengah samudera (mid-oceanic ridges) dan pergerakan kerak menjauh dari punggungan tengah samudera tersebut.

Bumi sendiri terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu: inti, mantel, dan kerak. Inti bumi umumnya mengandung unsur-unsur besi dan nikel yang sangat panas, meskipun telah mengalami pendinginan selama 4,5 milyar tahun sampai saat ini. Inti bumi sendiri tersusun atas dua bagian, yaitu: inti bagian dalam yang padat dan inti bagian luar yang berupa cairan. Bagian tengah bumi yang berupa mantel, kaya akan unsur-unsur besi, magnesium, silika, dan oksigen. Kerak bumi juga kaya akan unsur-unsur oksigen dan silika dengan kandungan aluminium, besi, magnesium, kalsium, potasium, and sodium yang lebih rendah dibandingkan pada mantel bumi. Kerak bumi terbagi menjadi dua jenis berdasarkan sifat fisik dan kimia material penyusunnya. Kerak samudera terbentuk dari batuan yang relatif berat bernama basal. Sedangkan kerak benua terbentuk dari batuan yang memiliki densitas lebih ringan, seperti andesit dan granit. Bagian terluar bumi dapat dibagi berdasarkan sifat fisiknya menjadi litosfer dan astenosfer seperti yang diilustrasikan pada Gambar.1.

Gambar.1. Bagian terluar bumi dimana lempeng terbentuk atas kerak dan mantel atas yang kaku [1]

Litosfer pada dasarnya mengapung di atas astenosfer. Litosfer terbagi-bagi menjadi beberapa bagian yang kita kenal dengan tektonik lempeng, dimana di bumi ini terdapat sepuluh lempeng utama dan beberapa lempeng kecil. Pergerakan lempeng pada batas antar lempeng secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) konvergen, dimana dua lempeng mendorong satu terhadap yang lain dan umumnya membentuk zona subduksi atau tumbukan antar benua sehingga pergerakan ini bersifat kompresif, (2) divergen, dimana dua lempeng menjauhi satu sama lain, sehingga pergerakannya bersifat ekstensif, dan (3) bergeser (sliding), dimana dorongan lempeng berpapasan satu sama lain sepanjang patahan atau sesar geser (lihat Gambar.2).

Gambar.2. Sebaran lempeng-lempeng utama di bumi [2]

Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan (subduksi), dimana salah satu dari lempeng akan menunjam ke bawah yang lain. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Di belakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contoh yang terjadi di Indonesia adalah pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng tersebut menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa, jalur gunung api di sepanjang pantai barat Sumatera, Jawa bagian selatan sampai ke Nusa Tenggara, dan pembentukan berbagai cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara [3].

Sedangkan pergerakan lempeng yang saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan kerakbumi dan akhirnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatik atau gunung berapi. Sebagai contoh adalah pembentukan gunung berapi di punggungan tengah samudera di Lautan Pasifik dan Benua Afrika [3].

Pergerakan lempeng yang saling berpapasan dicirikan oleh adanya sesar mendatar (geser) yang besar seperti misalnya Sesar Mendatar San Andreas di Amerika. Pergerakan lempeng kerak bumi yang saling bertumbukan akan membentuk zona obduksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur gunung api/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busur muka, cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang. Pada jalur gunung api/magmatik biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penunjaman berpotensi terbentuknya mineral kromit. Setiap wilayah tektonik memiliki karakteristik atau indikasi tertentu, baik pada jenis batuan, mineralisasi, struktur geologi maupun pola kegempaannya [3]. Sebagai contoh Gambar.3. mendeskripsikan tatanan geologi pada penampang baratdaya - timurlaut yang memotong Sumatera bagian tengah sebagai akibat tektonik lempeng di perairan bagian barat Sumatra.

Gambar.3. Tatanan geologi pada penampang baratdaya - timurlaut memotong Sumatra bagian tengah [4]

2. Tektonik Lempeng sebagai Sumber Bencana

Secara umum bencana alam yang disebabkan oleh aktivitas tektonik lempeng dapat berupa gempa bumi maupun letusan gunung berapi. Baik gempa bumi maupun gunung berapi yang sumber aktivitasnya berada di laut bisa menyebabkan bencana tsunami pada kekuatan tertentu.

2.1. Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan suatu fenomena yang disebabkan oleh terlepasnya energi secara tiba-tiba yang menghasilkan radiasi gelombang seismik. Di permukaan bumi, gempa bumi dapat dirasakan dalam bentuk goncangan atau pergeseran tanah, dan terkadang menyebabkan tsunami yang tentu saja dapat menghancurkan apa saja yang ada di atas permukaan bumi.

Secara umum gempa bumi diakibatkan baik oleh aktivitas tektonik maupun volkanik. Gempa bumi tektonik dapat disebabkan oleh patahnya massa batuan di bawah permukaan bumi. Penunjaman kerak samudera ke bawah kerak benua pada jalur subduksi dengan gerakan yang lambat tapi cenderung konstan menyebabkan terjadi tegangan akibat pergesekan. Pada saat tegangan tersebut terakumulasi dan akhirnya mencapai suatu nilai kritis, maka massa batuan yang menerima tegangan tersebut bisa runtuh atau patah.

Beberapa dampak merugikan dari kejadian gempa bumi, antara lain:
· Menghancurkan kaca jendela yang dapat melukai siapa saja yang sedang berada di sampingnya.
· Meruntuhkan bangunan dan menyebabkan korban terperangkap bahkan meninggal karena tertimpa reruntuhan.
· Kebakaran, seperti yang terjadi pada gempa bumi di San Francisco tahun 1906.
· Tsunami, seperti yang terjadi pada gempa bumi Sumatra pada akhir tahun 2004 dan gempa bumi di berairan Jawa Barat bagian selatan yang menyebabkan gelombang tsunami di pantai Pangandaran pada Juli 2006.
· Tanah longsor.
· Ketidakstabilan pada pondasi-pondasi bangunan yang dapat menyebabkan runtuhnya bangunan tersebut jika terjadi gempa bumi pada lain waktu.
· Menyebarnya berbagai penyakit.
· Berkurangnya sumber-sumber kebutuhan hidup mengingat banyak terjadi kerusakan pada sistem infrastruktur.

2.2. Tsunami

Tsunami yang menurut terrminologi Jepang berarti "gelombang besar di pelabuhan" adalah sebuah gelombang laut (ombak) yang terjadi akibat gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar massa air laut oleh pengaruh aktivitas letusan gunung api, gempa bumi, longsoran maupun meteor yang jatuh ke laut dengan kekuatan tertentu. Namun, 90% tsunami yang terjadi di dunia adalah akibat gempa bumi yang berpusat di bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami yang diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus pada 27 Agustus 1883 menyebabkan gelombang tsunami mencapai ketinggian 40 meter dan menimbulkan korban jiwa sekitar 36,4 ribu jiwa [5].

Umumnya apabila gelombang tsunami menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya akan menurun dari semula. Gelombang tersebut bergerak dengan kecepatan tinggi, hampir tidak dapat dirasakan efeknya, misalnya oleh kapal laut yang sedang melintasi laut dalam, tetapi ketinggian gelombang bisa meningkat sampai 30 meter atau lebih. Tsunami bisa menyebabkan kerusakan dan korban jiwa pada kawasan pesisir pantai dan kepulauan yang dilaluinya. Sebagai contoh adalah tsunami yang terjadi di perairan Sumatra bagian utara pada 26 Desember 2004 yang dipicu oleh gempa bumi dengan kekuatan hampir 9 Skala Richter. Total korban jiwa pada peristiwa tersebut mencapai sekitar 174 ribu jiwa meliputi sebagian besar warga provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan sebagian kecil warga Kepulauan Nias, Sumatra Utara.

2.3. Aktivitas Gunung Berapi

Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam dapur magma di bawah gunung berapi menekan keluar permukaan dalam bentuk lahar atau lava. Peristiwa letusan gunung berapi (vulkanisme) selain mengakibatkan kerugian harta benda dan nyawa manusia serta kerusakan alam sekitarnya, juga memberikan efek samping yang bermanfaat bagi umat manusia.

Beberapa kerugian yang dialami akibat aktivitas vulkanik antara lain:
1. Gempa bumi vulkanik yang dapat menimbulkan beberapa kerusakan, meski gempa bumi ini lebih bersifat lokal daripada gempa bumi tektonik.
2. Kebakaran hutan akibat aliran lava pijar.
3. Ancaman banjir lahar dingin jika terjadi hujan yang cukup intensif di sekitar puncak dan lereng gunung berapi setelah peristiwa vulkanisme.
4. Bahaya gas beracun yang umumnya berupa gas H2S.
5. Bahaya luncuran awan panas dari puncak gunung berapi ke arah sekitar lereng gunung yang dapat membakar apa saja yang dilewatinya.
6. Jatuhan material-material vulkanik (piroklastik) dalam berbagai ukuran dari bongkah sampai kerikil yang tentu saja membahayakan apa saja yang tertimpa.
7. Sebaran abu vulkanik yang sangat tebal dan meluas dapat mengganggu kesehatan dan mengotori sarana yang ada sampai radius beberapa kilometer dari kawasan gunung berapi, tergantung arah dan kecepatan angin yang membawanya.
8. Letusan gunung berapi di laut juga dapat menimbulkan gelombang tsunami.

Gambar.4. Model tatanan geologi endapan mineral dan kaitannya dengan proses tektonik lempeng [4]

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh setelah vulkanisme berlangsung antara lain:
1. Terbentuknya kawah dan sumber mata air panas yang dapat dijadikan objek wisata, misalnya di Gunung Tangkubanperahu, Ciater, dan sekitarnya.
2. Sumber energi panas bumi, seperti di Kamojang, Jawa Barat.
3. Tanah yang subur mengingat abu volkanik yang dihasilkan letusan gunung berapi mengandung unsur-unsur mineral yang bermanfaat sebagai nutrisi tanaman seperti magnesium, potasium, kalsium, sulfur, dan besi. Sebagai contoh tanah yang subur di sekitar lereng dan kaki Gunung Merapi, Jawa Tengah.
4. Sumber bahan galian berupa material sirtu (pasir dan batu) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, sebagai contoh material sirtu di lereng Gunung Galunggung dimana endapan pasir dari kawasan tersebut sangat terkenal dengan kualitas yang bagus sebagai bahan pembuatan beton.

3. Tektonik Lempeng sebagai Sumber Kekayaan Alam

Sumber-sumber kekayaan alam terutama mineral, dalam kaitannya dengan jalur tektonik lempeng tidak bisa terpisahkan dengan istilah yang dalam ilmu kebumian disebut sebagai ‘Mendala Metalogenik’ atau Metallogenic Province. Mendala metalogenik merupakan suatu area yang dicirikan oleh kumpulan endapan mineral yang khas, atau oleh satu atau lebih jenis-jenis karakteristik mineralisasi.

Suatu mendala metalogenik mungkin memiliki lebih dari satu episod mineralisasi yang disebut dengan Metallogenic Epoch. Mendala metalogenik selalu berkaitan dengan siklus-siklus geologi dan formasi endapan mineral. Proses-proses yang terlibat meliputi pendinginan, kristalisasi, dan perombakan material-material bumi yang telah ada sebelumnya. Pembentukan bijih dan perkembangan strukturnya dapat diinterpretasikan sebagai model tektonik lempeng yang terjadi selama evolusi kerak bumi seperti model yang ditunjukkan pada Gambar.4. Model tersebut menjelaskan bagaimana kerak yang baru terbentuk di dalam zona regangan (rift zone), terutama di punggungan tengah samudera, oleh penambahan magma basaltik dari dalam. Proses tersebut membentuk kerak samudera yang homogen yang telah mengalami sedikit proses segregasi logam-logam yang membentuk endapan bijih.

Selain sumberdaya mineral, seperti yang telah disebutkan pada Bab 1 di atas bahwa terbentuknya cekungan-cekungan akibat tektonik lempeng dapat menjadi medium pengendapan sedimen yang bisa berpotensi sebagai reservoir air, migas, maupun batubara. Beberapa keuntungan akibat vulkanisme seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 2.3. juga merupakan anugerah tersendiri yang bermanfaat bagi negara dan masyarakat.

4. Penutup

Dengan terjadinya bencana alam secara beruntun yang menimpa bangsa Indonesia sejak peristiwa Gempa Sumatra yang disertai gelombang tsunami pada akhir tahun 2004, sampai aktivitas vulkanisme Gunung Merapi di Jawa Tengah yang secara kebetulan bersamaan dengan peristiwa gempa bumi di daerah Yogyakarta dan sekitarnya pada akhir Mei 2006, kemudian yang terakhir adalah gempa bumi yang disertai dengan gelombang tsunami di pantai Pangandaran, Jawa Barat menunjukkan bahwa seluruh wilayah Indonesia terutama yang berdekatan dengan batas antar lempeng merupakan wilayah rawan bencana yang setiap saat dapat terjadi.

Namun media massa dan masyarakat tampaknya lupa bahwa fenomena tektonik lempeng yang menjadi sumber bencana alam tersebut sebenarnya telah memberikan sumber kekayaan dan potensi alam yang dapat bermanfaat untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat, mulai dari sumberdaya mineral, air, batubara, minyak bumi dan gas, sumber energi panas bumi, sampai pada potensi keindahan alam.

5. Daftar Pustaka

[1] Volcano World – The Web’s Premier Source of Volcano Info, http://volcano.und.edu/

[2] Center for Educational Technologies, http://www.cet.edu/

[3] Tatanan Tektonik Indonesia, http://www.geocities.com/museumgeologi/Geologi/tatanan.htm

[4] Darijanto, T. dan Syafrizal, 2002, Diktat Genesa Bahan Galian, Departemen Teknik Pertambangan FIKTM – ITB.

[5] Satyana, A.H., 2006, IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia – Indonesian Association of Geologists): One Earth for All, http://www.iagi.or.id/


Kumamoto, 5 Desember 2006

Nur Heriawan

0 Comments:

Post a Comment

<< Home