Wednesday, March 07, 2007

Kenapa Bangsa ini Begitu Mudah Mempermalukan Diri?

Bencana dan musibah yang datang bertubi2 di Indonesia sejak awal tahun 2007 ini merupakan tanda tanya bagi siapapun juga yang mengetahuinya. Apa sebenarnya yang terjadi di Indonesia ini? Sebuah kutukan atau ujian dari Tuhan? Hal ini lebih condong kepada kutukan daripada cobaan atau ujian karena kejadiannya beraneka ragam dan tampak beruntun. Wahai para pejabat, wakil rakyat, pengusaha, artis, rakyat biasa, dll. sadarkah apa yang telah kalian lakukan selama ini menjadikan Tuhan marah pada kita? Bertaubatlah dan kembalilah ke jalan yang lurus, jalan yang diridhoi-Nya. Sebuah tajuk rencana dari Harian Suara Merdeka tgl. 7 Maret 2007 mengulas sikap yang sebaiknya diambil dalam menghadapi berbagai kejadian ini.

--------------------------------------------------------------------------

Entah kena kutukan macam apa bangsa ini menjadi begitu sarat dengan persoalan dan bencana. Satu persoalan belum selesai, muncul masalah yang lain. Bencana satu belum dituntaskan pertolongannya, sudah muncul bencana yang lain. Di semua wilayah tanah air seolah tidak pernah sepi dari bencana, dari Aceh sampai Papua. Hampir semua jenis bencana dan penyakit juga ada. Ada demam berdarah yang tak kunjung reda, flu burung yang makin merajalela, HIV-AIDS yang makin merambah sampai ke pelosok hutan Papua, kaki gajah di berbagai pedesaan, dan berbagai penyakit lain. Seolah berbagai penyakit itu muncul ke permukaan membesar dan menerjang tanpa ampun.

Di sisi bencana lain, ada banjir tanpa ampun di Jakarta, angin puting beliung melalap dan merangsek masuk perkotaan dengan menelan korban tidak sedikit, pohon dan rumah bertumbangan. Tanah longsor juga menerjang tanpa pilih kasih. Banjir lumpur di Porong juga belum jelas kapan mampatnya. Kecelakaan pesawat terbang, kapal laut, kereta api, kecelakaan di jalan raya saling bergantian terjadi. Sebuah episode menyedihkan telah menerpa bangsa ini dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Hampir semua jenis bencana terjadi di sini dengan menelan korban manusia dan harta benda yang tidak sedikit. Apakah hal seperti ini merupakan kejadian yang biasa ?

Sedangkan dilihat dari perilaku masyarakat juga menunjukkan terjadi degradasi moral yang luar biasa. Korupsi terjadi di mana-mana, penyunatan bantuan untuk masyarakat miskin tetap berlangsung, perilaku sebagian pejabat dan para politisi yang semakin menjauh dari etika dan moral, dan sebagainya. Terakhir dari dunia olahraga, wilayah yang selama ini sarat dengan sportivitas juga mulai tercermar. Kasus pertarungan antara Chrisjon melawan Rojas yang dibayar dengan cek kosong oleh promotor, sungguh sebuah perilaku yang sangat memalukan. Kenapa mereka yang kita sebut sebagai tokoh tidak henti-hentinya mempermalukan diri sendiri.

Dalam bidang olahraga kita menyaksikan episode kekerasan yang tak pernah henti. Tawur antarsuporter, perusakan stadion, pelemparan botol, batu dan kembang api terhadap para pemain terus terjadi. Tawur antarkampung juga belum mereda di berbagai daerah, konflik di Poso, Ambon, dan beberapa daerah lain masih juga belum berakhir. Tampaknya bencana dan perilaku manusianya menunjukkan adanya korelasi. Bahkan jika ditafsirkan lebih jauh, kisah yang terjadi di zaman para nabi seolah hadir kembali di depan mata kita sekarang ini. Setiap masalah yang muncul seolah tanpa solusi, seperti dalam kasus lumpur Porong yang akhirnya mendorong para korban memblokir jalan.

Sangat terasakan sekarang terjadi kemerosotan moral dan etika di setiap lini kehidupan masyarakat. Tak ada lagi sesuatu yang kita miliki begitu membanggakan. Kita punya hutan habis terjarah, pulau habis ditambang pasirnya, minyak telah habis terkuras, sampai akhirnya air yang harusnya menjadi sumber kehidupan berubah menjadi sumber bencana. Begitu pula dengan berbagai profesi, tak ada lagi yang bisa hadir sebagai pilihan yang membanggakan apakah itu guru, wartawan, hakim, jaksa, polisi, politisi, ulama, birokrat, pengusaha dan sebagainya. Seolah semuanya telah tercoreng oleh tindakan mempermalukan diri sendiri yang tiada henti itu.

Dalam situasi seperti ini, pernahkah di antara kita yang berpikir untuk melakukan pertaubatan nasional. Semua warga bangsa yang merasa masih punya hati dan Tuhan melakukan koreksi diri secara total, menanyakan pada hati nurani tentang perbuatan buruk apa yang telah dilakukan. Setelah itu, bertobat untuk pindah kwadran menuju kepada perilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Kesadaran untuk taubat ini harus datang dari pemimpin nasional yang dalam hal ini adalah presiden. Terhadap keadaan seperti ini kita mesti pasrah kepada Tuhan. Pasrah bukanlah putus asa.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home