Sunday, August 20, 2006

Mungkinkah Menghentikan Aliran Lumpur Panas di Porong, Sidoarjo?


Ada seorang rekan yang berangan-angan menyumbat sumur yang menyemburkan lumpur di Sidoarjo memakai blok beton berbentuk topi sombrero terbalik. Menurutnya prosesnya seperti menyumbat botol dengan gabus. Blok betonnya dipasang menggunakan pesawat helikopter atau chinook yang paling kuat. Tinggal dihitung saja berapa berat blok beton yang dibutuhkan berdasarkan besarnya tekanan, diameter lubang. Kalau berat blok beton yang dibutuhkan lebih besar dari kemampuan pesawat mengangkatnya jatuhkan dulu blok yang kecil, lalu hujani dengan blok-blok lain menggunakan beberapa pesawat lain, begitu katanya.

Menurut saya ide tsb. cukup menarik dan tentu saja bisa dilakukan. Tapi sepertinya usaha ini akan mubazir alias tidak efektif, mengingat jika lubang tsb. diblok, maka aliran lumpur dari bawah yang memiliki tekanan cukup besar tsb. akan berusaha mencari zona lemah di sekitarnya, misalnya dengan membentuk rekahan2 baru untuk medium alirannya menuju ke permukaan. Begitu seterusnya jika dilakukan penutupan terhadap arah aliran lumpur. Saya sendiri juga bukan ahlinya dalam hal ini, jadi tidak bisa mengusulkan cara yang paling efektif untuk menghentikan aliran lumpur tsb.

Beberapa saran dari para ahli geologi Indonesia selama ini berkisar pada dua hal, yaitu:
(1) Membiarkan lumpur mengalir apa adanya sampai berhenti sendiri serta menampungnya dalam bentuk "waduk", dengan resiko kita harus rela melepaskan berhektar2 wilayah sebagai penampungan lumpur panas tsb. dan tentu saja harus merelokasi sejumlah desa/kecamatan.
(2) Mengalirkan lumpur tersebut ke laut melalui Sungai Porong, dengan resiko terganggu atau berubahnya ekosistem di sekitar sungai dan pantai yang akan dilalui lumpur panas tsb.

Saya lihat perkembangan terakhir, Pemerintah RI sepertinya lebih setuju dengan alternatif no. 2, tapi pembuangan lumpur ke laut dilewatkan melalui pipa yang akan dibangun oleh pihak Lapindo Brantas sepanjang sekitar 20 km. Dan sebelum dibuang ke laut, lumpur tsb. harus di-treatment terlebih dulu untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem laut.

Saya sendiri tidak terbayang betapa repotnya pihak Lapindo Brantas dalam hal ini. Mereka harus bertanggung jawab baik dari segi hukum maupun materi, padahal kasus "blow-out" semacam ini sudah umum terjadi pada kegiatan pemboran migas. Hanya saja kali ini mungkin Lapindo Brantas lagi sial, mengingat sumber blow-out tsb. ternyata berasal dari suatu formasi batuan mengandung mud volcano yang sangat tebal.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home