Tentang Pemutih pada Kosmetik sampai Hg pada PETI
Pada umumnya bahan pemutih pada kosmetik misalnya bedak, whitening, dll. itu bahan dasar aslinya terbuat dari sejenis lempung tertentu seperti kaolin...Jadi ibu-ibu...mbak-mbak....tante-tante....juga istriku.....sebenarnya apa yang Anda pakai buat merias wajah tsb. aslinya berasal dari lempung termasuk bedak dan sejenisnya ;-)
Tapi katanya ada juga bahan kosmetik yang dicampur dengan air raksa atau Hg. Padahal Hg itu kan termasuk logam berat, sangat berbahaya bila terkontaminasi dengan makluk hidup apalagi manusia...bisa2 terkena penyakit Minamata. Eh..tahu nggak, ternyata ya...Minamata itu aslinya nama wilayahMinamoto di Jepang ini. Wilayah ini masuk satu perfecture dengan Kumamoto dimana aku tinggal sekarang, dari sini hanya sekitar 1.5 jam pake kendaraan. Daerahnya bagus dengan pantainya yang tenang.
Dulu memang penyakit Minamata itu awalnya terjadi di daerah ini, dimana sisa buangan industri yang mengandung Hg dibuang ke laut sehingga mengkontaminasi air laut, yang pada akhirnya Hg yang sulit terurai tsb. masuk ke dalam tubuh ikan. Karena ikan tsb. menjadi santapan sehari-hari penduduk Jepang di sekitarnya, sudah barang tentu Hg masuk ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan gejala penyakit yang mengerikan dan dapat menimbulkan cacat bagi bayi yang dilahirkan dari seseorang yang terkontaminasi Hg.
Di Indonesia, kebanyakan PETI (Penambangan Tanpa Izin) emas itu dalam pengolahannya menggunakan Hg (air raksa). Proses ini dinamakan dengan "amalgamasi". Jadi batu-batuan yang mengandung emas (istilahnya bijih) pertama-tama dihancurkan melalui proses kominusi atau grinding sederhana sampai halus...lalu dimasukkan ke dalam alat yang disebut dengan istilah "gelondong" (semacam drum kecil) yang diputar-putar. Kalau di sungai biasanya mereka para penambang memanfaatkan arus sungai untuk memutar gelondong tsb., meski ada juga yang pakai motor diesel. Di dalam gelondong tsb. dimasukkan rumput2an dan air raksa. Tujuan digunakannya air raksa adalah untuk mengikat konsentrat emas, sehingga emas bisa terpisah dari berbagai mineral pengotor yang menyertainya. Gabungan antara emas dan air raksa tsb. yang telah terpisah dari mineral pengotor dinamakan dengan "amalgam".
Nah...untuk memisahkan emas dari amalgam, biasanya cara yang mudah adalah dengan membakarnya sehingga air raksa akan berubah dan menguap jadi gas (terbuang). Butiran emas yang terlepas dari ikatan dengan Hg tsb. dinamakan dengan "bullion". Sebenarnya bullion ini bukan emas murni 24 karat, tapi masih mengandung perak. Cara lain untuk memisahkan emas dari amalgam bisa juga direaksikan dengan asam nitrit. Tapi bagi penambang rakyat, cara yang paling mudah dan murah buat mereka tetap dengan pembakaran seperti yang saya ceritakan di atas. Tentu saja ini sangat berbahaya kalau asap Hg tsb. terhirup oleh orang2 di sekitarnya. Juga sisa2 batuan dari dalam gelondong yang bercampur dengan rumput2an dan Hg biasanya dibuang begitu saja di sungai dan sekitarnya.
Untuk itu Dinas Pertambangan daerah yang bekerja sama dengan Perguruan2 Tinggi terkait sebenarnya sudah sering melakukan sosialisasi penggunaan teknologi tepat guna yang aman dan ramah lingkungan. Tapi yo embuh....biasanya di awal2 mereka mau pakai (mematuhi), tapi pada akhirnya kok kembali lagi ke cara semula dengan berbagai alasan. Selain amalgamasi, cara lain untuk mendapatkan konsentrat emas adalah "sianidasi"...tapi proses ini biasanya jauh lebih mahal dan rumit, sehingga dirasakan kurang ekonomis oleh para penambang rakyat.
Tapi katanya ada juga bahan kosmetik yang dicampur dengan air raksa atau Hg. Padahal Hg itu kan termasuk logam berat, sangat berbahaya bila terkontaminasi dengan makluk hidup apalagi manusia...bisa2 terkena penyakit Minamata. Eh..tahu nggak, ternyata ya...Minamata itu aslinya nama wilayahMinamoto di Jepang ini. Wilayah ini masuk satu perfecture dengan Kumamoto dimana aku tinggal sekarang, dari sini hanya sekitar 1.5 jam pake kendaraan. Daerahnya bagus dengan pantainya yang tenang.
Dulu memang penyakit Minamata itu awalnya terjadi di daerah ini, dimana sisa buangan industri yang mengandung Hg dibuang ke laut sehingga mengkontaminasi air laut, yang pada akhirnya Hg yang sulit terurai tsb. masuk ke dalam tubuh ikan. Karena ikan tsb. menjadi santapan sehari-hari penduduk Jepang di sekitarnya, sudah barang tentu Hg masuk ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan gejala penyakit yang mengerikan dan dapat menimbulkan cacat bagi bayi yang dilahirkan dari seseorang yang terkontaminasi Hg.
Di Indonesia, kebanyakan PETI (Penambangan Tanpa Izin) emas itu dalam pengolahannya menggunakan Hg (air raksa). Proses ini dinamakan dengan "amalgamasi". Jadi batu-batuan yang mengandung emas (istilahnya bijih) pertama-tama dihancurkan melalui proses kominusi atau grinding sederhana sampai halus...lalu dimasukkan ke dalam alat yang disebut dengan istilah "gelondong" (semacam drum kecil) yang diputar-putar. Kalau di sungai biasanya mereka para penambang memanfaatkan arus sungai untuk memutar gelondong tsb., meski ada juga yang pakai motor diesel. Di dalam gelondong tsb. dimasukkan rumput2an dan air raksa. Tujuan digunakannya air raksa adalah untuk mengikat konsentrat emas, sehingga emas bisa terpisah dari berbagai mineral pengotor yang menyertainya. Gabungan antara emas dan air raksa tsb. yang telah terpisah dari mineral pengotor dinamakan dengan "amalgam".
Nah...untuk memisahkan emas dari amalgam, biasanya cara yang mudah adalah dengan membakarnya sehingga air raksa akan berubah dan menguap jadi gas (terbuang). Butiran emas yang terlepas dari ikatan dengan Hg tsb. dinamakan dengan "bullion". Sebenarnya bullion ini bukan emas murni 24 karat, tapi masih mengandung perak. Cara lain untuk memisahkan emas dari amalgam bisa juga direaksikan dengan asam nitrit. Tapi bagi penambang rakyat, cara yang paling mudah dan murah buat mereka tetap dengan pembakaran seperti yang saya ceritakan di atas. Tentu saja ini sangat berbahaya kalau asap Hg tsb. terhirup oleh orang2 di sekitarnya. Juga sisa2 batuan dari dalam gelondong yang bercampur dengan rumput2an dan Hg biasanya dibuang begitu saja di sungai dan sekitarnya.
Untuk itu Dinas Pertambangan daerah yang bekerja sama dengan Perguruan2 Tinggi terkait sebenarnya sudah sering melakukan sosialisasi penggunaan teknologi tepat guna yang aman dan ramah lingkungan. Tapi yo embuh....biasanya di awal2 mereka mau pakai (mematuhi), tapi pada akhirnya kok kembali lagi ke cara semula dengan berbagai alasan. Selain amalgamasi, cara lain untuk mendapatkan konsentrat emas adalah "sianidasi"...tapi proses ini biasanya jauh lebih mahal dan rumit, sehingga dirasakan kurang ekonomis oleh para penambang rakyat.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home